UNPREDICTABLE, siapa yang
bisa menduga apa yang terjadi hari ini? Tidak ada, mungkin detik ini kita
tertawa lepas bahagia tetapi 1 jam lagi? 2 jam lagi? Pa kita masih bisa tertawa
lepas atau malahan menangis? Hidup itu sebuah perjalanan dan proses, setiap
tahapnya bukankah harus disyukuri? Sebuah tulisan dari kisah nyata seorang
Wahyu Setiawan, salah satu adek asuh @senyumkita. Yaaah aku memang belum
bertemu langsung dengan orangnya, karena aku hanya administrator sekaligus
editor. Tulisan wahyu tidak mungkin saya masukkan dalam recycle bin. Aku
berharap teman-teman bisa membaca tulisan Wahyu dan mengambil setiap pelajaran disetiap uraian kisahnya
dalam tulisan ini.
***
Wahyu Setiawan
Sang Atlet yang
Tak Kenal Menyerah
“
Aku melangkah untuk mencapai apa yang kuinginkan tetapi aku harus berlari lebih
kencang ntuk mendapatkannya. Meski kerikil dan jalanan terjal akan menghalangi
setiap langkah kakiku. Tapi aku takkan menyerah!!”
Aku tidak suka orang melihatku sebelah mata. Aku sama
seperti kalian tetapi yang membedakanku dengan kalian adalah kedua mataku.
Allah telah mengambil fungsi kedua mataku beberapa tahun yang lalu. Sebuah
kecelakaan menimpaku saat aku berumur 4 tahun yang menyebabkan mata kiriku
kehilangan fungsinya. Aku masih sempat melihat dengan mataku yang sebelah
kanan, tetapi Allah punya kehendak lain. Sebuah bola kasti tepat mengenai mata
kananku yang menyebabkan penglihatanku kabur. Semenjak itu kedua mataku tidak
seperti dulu lagi.
Apakah dengan kondisiku seperti ini menyebabkan aku patah
semangat ? Jawabannya TIDAK. Meskipun aku kehilangan kedua mataku, aku sama
sekali tidak akan kehilangan semangatku belajar dan sekolah. Setelah kedua
mataku kehilangan fungsinya aku pindah ke sekolah luar biasa (SLB) meskipun
keluargaku tidak menyetujui keputusanku. Aku harus tetap terus belajar dan
bersekolah apapun yang terjadi. Aku tidak menghiraukan dengan anggapan
orang-orang bahwa SLB adalah sekolah yang isinya orang gila. Aku belajar dari
awal menyesuaikan diri, belajar menulis Braille dan belajar membaca.
Kondisiku yang tidak seperti dulu sama sekali tidak
menghentikan aktivitasku. Waktu pagiku, aku gunakan untuk sekolah dan
siang harinya aku gunakan untuk membantu nenekku untuk mencari pasir. Nenekku
adalah seorang pencari pasir di sungai dekat rumah. Aku harus membantunya, demi
mencari uang saku. Aku membantu nenekku sekuat tenagaku. Terkadang aku membawa
pasir dari sungai dengan keranjang kecil dan karung beras. Sedangkan saat sore
menjelang, aku berangkat mengaji, dan malamnya aku gunakan untuk belajar.
Aku suka berhitung. Matematika adalah pelajaran yang aku
sukai diantara pelajaran yang lainnya. Matematika membuatku tenggelam asyik
dengan dunia berhitung. Posisi rangking 5 besar selalu aku dapatkan selama
bersekolah di bangku sekolah dasar. Aku sangat bersemangat belajar, buktinya
dalam waktu seminggu aku sudah bisa menulis dan membaca huruf braille, meskipun
membacanya belum begitu lancar. Tapi aku percaya asalkan mau berusaha dan
bersungguh – sungguh pasti aku bisa.
Sebuah kecelakaan menimpaku, Aku terjatuh ke dalam jurang dengan kedalaman
kurang lebih 10 meter. Pipi sebelah atasku dan keningku berlubang juga dadaku
mengalami cedera. Sempat aku merasa, bahwa aku sudah tak ada di dunia. Aku
pingsan cukup lama dan dilarikan ke rumah sakit kecamatan, tetapi rumah sakit
tidak mampu mengatasi lukaku. Akhirnya aku disarankan untuk dibawa ke rumah
sakit di kota. Baru disitulah lukaku bisa ditangani dan dioperasi. Selama 2
minggu aku harus dirawat di rumah sakit dan meninggalkan rutinitasku sekolah.
Setelah dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang dari rumah
sakit. Aku sangat senang bisa kembali bersekolah lagi. Aku mendapatkan tawaran
mengikuti lomba catur dan cipta puisi oleh guruku. Aku belajar dan menekuni hal
tersebut. Syukur alhamdulilah ketekunanku belajar membuahkan hasil. Aku
mendapat juara 1 catur tingkat kabupaten dan juara 3 baca dan cipta puisi.
Meskipun aku kalah dalam perlombaan catur tingkat provinsi, tapi aku tak kenal
menyerah aku tetap berlatih dan belajar. Turnamen catur berikutnya di tingkat
provinsi aku menyabet juara 1 catur tingkat provinsi dan bisa melanjutkan ke
perlombaan catur tingkat nasional.
Aku mengahabiskan waktu sekolah dasar (SD) dan sekolah
menengah pertama (SMP) di SLB. Setelah kenaikan kelas di bangku SMP aku
memutuskan pindah sekolah ke Solo. Aku tinggal di asrama dan tidak tinggal
bersam nenek ku seperti aku SD dan SMP. Setelah 2 bulan aku sekolah di Solo aku
ditawari mengikuti perlombaan lari tingkat nasional. Latihan demi latihan aku
jalani dengan semangat. Tapi kata pelatih lariku aku tidak cocok menjadi pelari,
karena katanya lariku seperti bebek. Tapi itu justru yang menjadi cambuk bagiku
untuk berlatih lari lebih keras. Aku akan membuktikan bahwa aku pasti bisa.
Allah tidak diam melihat usaha hambanya, aku mendapatkan juara 1 lari tingkat
nasional.
Tuhan kembali mengujiku. Aku membutuhkan
biaya untuk masuk SMA tetapi tabunganku sudah habis, dipakai oleh keluargaku.
Hanya satu barang yang aku punya saat itu, handphone.
Aku berniat untuk menjual HPku untuk membayar biaya sekolah. Tetapi temanku
melarangnya. Dia menyarankanku untuk mencari beasiswa dulu. Tuhan memang tak
pernah diam. Akhirnya ada seseorang yang membantuku. Akhirnya aku sekarang bisa
melanjutkan sekolah di salah satu SMA Negeri di Solo. Tuhan tidak pernah
menguji manusia di luar kemampuan hambanya. Karena setiap ujian yang di hadapi
manusia terselip hikmah di baliknya. Dibalik putihnya warna yang ada di skitar
ku, meskipun aku tidak bisa lagi melihat indahnya lautan, tingginya gunung.
Tapi dari itu aku belajar memahami hidup, belajar, untuk bersyukur.
Hanya satu pintaku
tuk memandang langit biru dalam dekap Ayah dan ibu, Ibu sudah bahagia di
surga dan meninggalkanku saat aku berusia 5 tahun. Aku tak tahu ayahku dimana,
Ibuku bilang ayah sudah meninggal tetapi kenyataannya Ayah masih hidup dan tidak
mau bertemu denganku. Aku tidak tahu salahku apa dengan ayah, tapi aku rindu
dengan ayah. Bagaimana sosok ayahku seperti apakah dia yang sebenarnya, tetapi
itu hanya keinginan kecil di lubuk hatiku yang paling dalam. Meskipun begitu
aku bahagia dengan keluarga kecilku. Sepeninggalnya ibu, Aku tinggal dengan
ayah tiriku dan adik tiriku. Ayah tiriku menikahi kakak ibuku yang sering aku
kenal Budhe. Aku senang kini memiliki
2 adik tiri, aku tidak peduli saudara kandung atau tiri karena semua adalah
keluarga. Kondisi ekonomi keluargaku memanglah kurang sehingga aku harus
berusaha keras mencari uang dengan menjadi atlet. Meskipun begitu aku akan berusaha keras
menggapai impianku, aku tidak mau keterbatasan menghalangiku mencapinya.