Suara
Takbir malam hari ini selepas Adzan Isya menggema di setiap penjuru. Puasa terakhir
di bulan Ramadhan 1438 H. Sebagian orang begitu suka cita menyambut 1 syawal
dan sebagian lainnya masih merenung dan bersedih. Ada apakah dengan akhir
Ramadhan ini?
Aku
mungkin berada di kedua bagian itu. Merasa sedih ketika ditinggalkan Ramadhan
dan di sisi lain aku bahagia menyambut Hari Raya Idul Fitri. Aku tidak munafik
untuk berpura-pura sedih ditinggalkan Ramadhan karena ini begitu apa adanya. Teringat olehku 29 hari yang lalu.
Tarawih
di malam pertama di Bulan Suci Ramadhan shaf di masjid begitu penuh. Bahkan aku
datang ke masjid lebih awal pun kebagian shaf paling akhir. Begitu semangatnya,
setiap sholat tarawih dan sholat subuh pasti dipenuhi jamaah. Kegiatan bulan
Ramadhan pun tak kalah dipenuhi jamaah dari mulai sholat berjamaah, kajian
menjelang buka puasa, tadarusan dan kegiatan keagamaan lainnya. Kemeriahan
bulan Ramadhan begitu membahagiakan. Kekeluargaan satu dengan lainnya. Kami
berjabat tangan dan saling menyapa ketika beribadah di masjid. Tetangga yang
jarang keluar atau bahkan tidak kami kenal saling menyapa dan berkenalan satu
sama lain. Kami saling mengingatkan dan mengajak kebaikan satu sama lain.
Begitu indahnya Islam Ya Allah.
Rasa
syukur tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga dengan Allah. Kami begitu
menikmati setiap ibadah yang kami lakukan di bulan Ramadhan. Begitu juga ketika
kami melantunkan doa kepada Allah begitu nyamannya kami ceritakan segala
keresahan dan kegalaun di setiap harinya. Kami mencoba untuk tidak melakukan
hal-hal yang dilarang Allah dan membatalkan puasa. Kami menahan semua hal-hal
yang membatalkan puasa, meskipun kami tau ada beberapa ucapan yang mungkin
kadang mengarah kearah ghibah. Astagfirullah. Kami secepat mungkin menjauh dari
hal-hal tersebut karena kami takut. Takut jika Allah Marah dan mengurangi
pahala puasa.
Hari
demi hari waktu terus berlalu. Sepuluh hari pertama kami lalui dengan penuh
suka cita. Hari kedua perbedaan mulai tampak. Jamaah di masjid mulai menurun.
Beberapa kegiatan di masjid tidak terlalu ramai dipenuhi jamaah seperti
hari-hari sebelumnya. Entah kenapa rasanya sedih, tetapi kita harus lebih
semangat beribadah. Kubuka lagi beberapa catatan kecil tentang target yang
harus dicapai dalam bulan Ramadhan untuk memotivasi diri. Di tempat yang lain
aku melihat begitu banyak orang-orang berbondong data ke pusat perbelanjaan.
Promo diskon dimana-mana terpampang jelas. Dari mulai jilbab, gamis, bahkan
baju koko dipajang rapi dengan tulisan promo yang menggiurkan. MasyaAllah ini
kah godaan orang berpuasa. Dimana di siang hari waktu bisa digunakan untuk
istirahat mempersiapkan ibadah di malam hari tetapi harus dihabiskan di pusat
perbelanjaan. Bahkan beberapa tempat perbelanjaan menawarkan belanja “Late Night Sale” supaya kami bisa sholat
tarawih terlebih dahulu. Selain itu undangan buka bersama tidak henti-hentinya datang
silih berganti. Buka bersama sekaligus reunian dari teman sekolah dasar sampai
teman kerja. Kami berkumpul, asik mengomongkan sesuatu, foto2 dan menghabiskan
waktu bercengkrama sampai tidak ingat waktu sholat. Astagfirullah lagi-lagi
ujian di bulan Ramadhan.
Akhir
bulan Ramadhan keadaan masjid semakin tragis. Segilintir orang saja yang
terlihat. Beberapa orang mulai “ngebut” beribadah. Dari mulai tadarusan kilat
supaya bisa khatam. Banyak beribadah, sedekah dan berdoa di ujung Ramadhan.
Beribadah semaksimal mungkin untuk mendapatkan malam Lailatur Qadr. Meskipun
begitu ada saja cobaan dengan mendekatinya Hari Raya Idul Fitri. Orang-orang
kembali memenuhi pusat perbelanjaan membeli keperluan di hari raya atau sibuk
menghiasi kue untuk “suguhan” saat hari raya nanti.
Sepuluh
malam terakhir di penghujung Ramadhan kami “INTROPEKSI DIRI”. Kami merenung di
remang-remang kegelapan 1/3 malam di masjid. Kami melantunkan doa sebelum Ramadhan
meninggalkan kami. Salah satu doa yang aku lantunkan
“Ya Allah maafkanlah kami apabila selama
bulan Ramadhan belum dapat melakukan ibadah semaksimal mungkin. Terimakasih ya
Allah atas nikmat Islam dan Iman. Terimalah Ibadah kami di bulan Ramadhan ini
dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan berikutnya”
Rasa
sedih tag kuasa ditahan, kami hanya manusia kecil ciptaan Allah yang tak luput
dari dosa. Hanya doa yang selalu kami lantunkan dan memohon pertolongan Allah.
Setelah
Ramadhan pergi, kami bertemu di hari yang fitri. Kami memang tidak bisa
menghilangkan semua kenangan Ramadhan di hati dan pikiran ini. Satu-satunya
jalan keluarnya adalah tugas kita bersama untuk tetap istiqomah melaksanakan
ibadah di bulan-bulan lainnya lebih baik lagi. Semua yang telah kami lakukan di
bulan Ramadhan adalah proses belajar untuk menjadi insan yang baik, maka kita
tidak boleh berhenti untuk terus menjadi lebih baik. Selamat hari raya Idul
fitri semuanya mohon dimaafkan segala kesalahan dan kekhilafan 😊.